Paris memang selalu menawarkan keindahan dan keromantisan, kali
ini kota yang terletak dibagian utara Perancis yang terkenal dengan menara
Eiffel-nya ini mencoba menawarkan keromantisannya dalam hal sepak bola.
Sudah lama kota Paris tidak menawarkan sesuatu yang romatis
dalam bentuk sepak bola, terakhir kali mereka melakukannya dalam event Piala
Dunia 1998, sebuah tempat bulan madu yang indah bagi Zinedine Zidane dkk.
Layaknya wabah Black Death yang melanda kota Paris pada
tahun 1348, yang sedikitnya menewaskan 800 orang per harinya, klub sepak bola
di kota Paris pun hilang satu per satu, hingga akhirnya pada tanggal 12 Agustus
1970, Paris Saint-Germain terlahir untuk mewakili kota ini, dan entah karena
embel- embel Saint-Germain dibelakang kata Paris, PSG berhasil merajai Perancis
dan Eropa walau hanya di turnamen sekelas Winner Cup dan Intertoto.
Kini Pangeran Saint-Germain terlahir dalam bentuk Nasser
Al-Khelaifi, lewat Qatar Investment Authority, Ia mencoba membangun Paris
Saint-Germain berdiri lebih tinggi dibanding menara Eiffel sebagai trademark
kota Paris.
Bukan sebuah pekerjaan yang mudah, tapi dengan uang yang
melimpah Nasser Al-Khelaifi dapat mencoba menyulap PSG dari batu permata yang
kecil menjadi sebuah batu permata yang besar, seperti yang dilakukan oleh Comte de saint Germain terhadap batu permata
milik Louis XV.
Lihat saja pemain yang telah Ia datangkan ke kota Paris, hampir
semuanya mempunyai jaminan kelas wahid dengan harga yang tinggi. Lavezzi,
Thiago Silva, Thiago Motta, Pastore dan belum lagi Ibrahimovic yang akan mendekati
Samuel Eto’o sebagai pesepak bola dengan gaji termahal di dunia. Dengan iming-
iming uang yang besar sulit bagi klub dan pemain tergoda keindahan dan romantisnya
kota Paris.
Menarik menunggu kiprah Paris Saint-Germain dikancah Eropa
nanti, dengan uang yang melimpah mampukah Nasser Al-Khelaifi yang dibantu oleh
deputinya, Leonardo dan Carlo Ancelloti membawa Paris Saint- Germain menjulang
lebih tinggi dibanding menara Eiffel di kota Paris atau layaknya City dan
Chelsea mereka kudu bersabar menunggu ‘waktu yang tepat’?.