Thursday, 31 December 2015

2015, Kamu, Kuliah dan Hal- Hal yang Harus Dituntaskan

Segalanya seperti bergegas, padahal saya ingin merayap, merasakannya dengan perlahan. Namun toh waktu memang berjalan ke depan, tak pernah mau mundur kebelakang.

Konon, dalam mitologi Yunani, segala penderitaan yang ada di muka Bumi ini hadir gara- gara Pandora membuka kotak yang dititipkan Zeus kepadanya. Awalnya ia menuruti perintah Zeus. Namun rasa keingintahuan yang besar, yang diberikan Hera kepadanya membuat hatinya goyah. Lalu segala keburukan dan penderitaan yang sekarang ada di muka Bumi ini berhamburan keluar dari kotak itu.

Sadar apa yang telah dilakukannya salah, Pandora mencoba menutup kembali kotak tersebut. Tapi masih ada sesuatu yang tersisa. Lalu Ia mengeluarkannya dari kotak tersebut. Sesuatu itu bernama harapan. Sesuatu yang tidak bisa dimakan tapi mampu membuat manusia bertahan. 

Mulai dari saat itulah manusia mempunyai sebuah senjata dalam menghadapi penderitaan, yaitu harapan. Sesuatu yang selalu mereka jadikan senjata dalam menghadapi kenyataan untuk memperbesar kemungkinan. Sesuatu yang manusia simpan dan pupuk di dalam hatinya walaupun mereka tahu tipis dapat tumbuh menjadi sesuatu yang nyata. 

Saya memulai tahun 2015 dengan terlalu banyak persoalan. Seperti jamur di musim hujan, perlahan- lahan satu per satu masalah terus berdatangan. Saya masih ingat, di pertengahan bulan Desember tahun 2014, saat menangis sendirian di pojok sofa ruang kerja kamar saya. Ada dua keputusan yang harus saya buat dengan cepat. Menutup perusahaan atau pivot dengan dana yang sangat terbatas. Saat itu adalah bulan kedua pegawai yang bekerja belum menerima gaji mereka, termasuk saya dan Andri. Walaupun bisnis model startup yang kami bangun berhasil divalidasi (go-food, instacart, foodpanda berhasil) lambatnya mengeluarkan produk menjadi salah satu penyebab kami gagal. 

Lalu saya lupa, record label yang saya bangun dari semenjak keluar SMA, mempunyai kewajiban yang belum terselesaikan. Ada deal dengan Grimloc untuk merilis mini album Eyes of War secara kolektif. Standfree yang harus merilis album dan melakukan tur Asia Tenggara. Lalu deal dengan Bane untuk tampil di Indonesia. Hingga urusan cinta dan akademik yang membuat awal 2015 semakin runyam. 

Lalu banyak keadaan yang berubah total. Ada banyak hal yang tak bisa saya kontrol dengan pelan- pelan. Beberapa urusan dengan teman yang ternyata toh memang terlalu rumit untuk diselesaikan. Berat badan saya turun 10 kg. Tidur hanya 2 hingga 4 jam. 2 tenggat waktu skripsi saya lewatkan. Bingung untuk pergi ke kantor atau kuliah (Saya masih punya hutang 3 mata kuliah yang dengan tiba- tiba nilainya hilang entah ke mana). Saat itu saya seperti tokoh 'aku' di buku Catatan dari Bawah Tanah karangan Fyodor Dostoyevski. Sakit tanpa tahu apa penyakitnya. 

Benihnya baru muncul saat semuanya ada di penghujung cerita. Perkenalan yang singkat dan berada di posisi yang sama membuat kami berdua menemukan rasa nyaman. Tapi suatu malam saya lupa. Gawai yang saya bawa tertinggal di kursi jok mobilnya. Lalu segalanya berubah. Foto seseorang yang belum dihapus membuat keadaan 180 derajat berubah. Semuanya terpaksa diakhiri dengan perdebatan di sebuah meja makan sebuah restoran. Lalu segala pesan hanya dibalas dengan balasan singkat. Kami memutuskan jalan kami masing- masing. Ia ke depan dan saya mundur ke belakang.

Saya mundur  ke belakang dengan rasa penasaran yang besar, seperti telur yang ingin dipecahkan. Saya sadar, momentumnya sudah jauh terlewat. Saya melewatkan banyak momen spesialnya. Di beberapa kesempatan, saya mengabaikannya dengan sengaja, tentu karena keadaan yang memaksa. Lalu pertanyaan yang ingin saya lontarkan dari jauh- jauh hari itu akhirnya mempunyai jawaban walau belum memuaskan. Bagi saya jawabannya kemarin belum lah tuntas. Walaupun menurutnya hal tersebut tak perlu dijelaskan, tapi masih ada hal- hal yang bagi saya yang belum bisa membuat saya terjelaskan.


***

Yap, ingatan memang tak bisa mengembalikan waktu yang hilang. Baru di awal September saya bisa bernafas dengan nyaman. Secara finansial maupun mental. Saya bisa dengan leluasa pergi ke kampus. Mengerjakan revisian skripsi yang tertunda selama hampir satu tahun lamanya.

Menolak tawaran pekerjaan di dua perusahaan media besar dan satu di sebuah startup lokal. Padahal segala tahapan seleksinya sudah saya selesaikan dengan mengorbankan 2 UTS karena harus berada di Jakarta tepat jam 9 pagi. Lucunya, saya menolak dengan alasan ingin menyelesaikan kuliah. Misi yang belum bisa saya selesaikan di penghujung tahun 2015. Tapi ingin saya tuntaskan setidaknya paling telat di pertengahan tahun 2016. Lalu menuntaskan mimpi- mimpi yang (pernah) mati.

Saya tahu gagal adalah bagian dari usaha. Tahun 2015 banyak memberi saya pelajaran berarti, saat kita ada di puncak angin akan terasa begitu kencang. Saya juga gembira 2015 telah usai. Awal 2016 saya punya banyak mimpi yang mengantri untuk diselesaikan. Jika tak ada aral melintang ada beberapa kesempatan ke Vietnam dan London yang tak ingin saya lewatkan. Semoga, dengan secepatnya.


"What's done is done, the night takes everyone" - Bane, Calling Hours.

Wednesday, 14 October 2015

#70thICRCid : Islam sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional



Hukum Humaniter Internasional



Negara barat sering mengidentikan Islam dengan sebutan agama pedang. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Pada dasarnya Islam merupakan agama damai. Dalam perspektif Islam, legalisasi perang muncul jika keadaan memang mendesak, dengan kata lain Islam memperbolehkan umatnya berperang hanya jika diserang, yang artinya inisiatif memulai serangan harus ada di pihak lawan. Bahkan dalam kasus- kasus di mana Islam menyetujui perang sebagai jalan keluar jika diplomasi gagal menjalankan perannya, Islam telah mengatur bagaimana perang harus dilakukan.

Hukum Perang banyak mengambil prinsip- prinsip yang terkandung dalam Islam. Seperti Hukum Ruang Udara Internasional, Hukum Ruang Angkasa Internasional, Hukum Diplomatik Konsuler, Hukum Perjanjian Internasional, Hukum Perang termasuk ke dalam cabang Hukum Internasional. 

Dalam Islam, hubungan antarnegara diatur dalam Hukum Internasional Islam yang disebut dengan Siyar. Walaupun Islam mengatur hubungan antarnegara dan hal- hal lain yang menjadi prinsip dalam Hukum Internasional, hal tersebut tidak serta merta menjadikan Hukum Islam sebagai sumber dari Hukum Internasional. Karena Hukum Internasional Islam dengan Hukum Internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda. Walaupun Hukum Islam sendiri telah diakui oleh Mahkamah Internasional sebagai salah satu sistem hukum di dunia, karena banyaknya kepentingan yang beragam hal tersebut tidak serta merta menjadikan hukum islam mendapat tempat dalam hukum internasional. Oeh karena itu, agar masyarakat hukum internasional dapat menerima konsep dari Islam, perlu diupayakan pengilmuan Islam sehingga menjadikan konsep- konsep yang berasal dari Islam menjadi sesuatu yang universal.

Hukum internasional identik dengan kepentingan negara- negara Eropa, beberapa pengaruh kepentingan non-eropa juga tampak dalam perkembangan hukum Internasional[1]. Salah satunya Islam. Pengaruh Islam dalam hukum internasional misalnya dapat dilihat dalam hukum Diplomatik Konsuler[2], hak asasi manusia[3], hukum penyelesaian sengketa dan perdamaian[4] serta hukum perang[5].

Hukum Perang mempunyai nama lain, yaitu Hukum Humaniter Internasional atau yang lengkapnya disebut dengan International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict.

Komite Internasional Palang Merah mendefinisikan Hukum Humaniter Internasional sebagai sekumpulan kesepakatan dan kebiasaan internasional, yang secara khusus bertujuan untuk menyelesaikan masalah- masalah yang berkaitan dengan kemanusiaan yang muncul secara langsung sebagai akibat dari konflik bersenjata.

Mochtar Kusumaatmadja memberi definisi Hukum Humaniter internasional sebagai bagian dari hukum yang mengatur ketentuan- ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri. Mochtar Kusumaatmadja sendiri membagi Hukum Perang ke dalam dua bagian, yaitu:

1.      Ius ad bellum yaitu hukum perang yang mengatur tentang bagaimana Negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata.
2.     Ius in bello yaitu Hukum perang yang dibagi ke dalam dua bagian:
a)     The Hague Laws, yaitu hukum yang mengatur cara dilakukannya perang. (The conduct of war)
b)    The Geneva Laws, yaitu hukum yang mengatur perlindungan bagi orang –orang yang terkenda dampak perang.

Hukum Humaniter sendiri lahir dengan tujuan untuk mencegah terjadinya perang yang kejam tanpa mengenal adanya batas. Selain itu Hukum Humaniter juga menjamin hak asasi manusia bagi kombatan yang jatuh ke pihak musuh, agar tetap diperlakukan sebagai mana layaknya manusia dan juga memberikan perlindungan baik kepada kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu akibat perang.

Islam sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional

Istilah sumber hukum dalam ilmu hukum memiliki makna yang beragam[6]. H.L.A Hart memberikan makna sumber hukum menjadi dua, yaitu material (historis) dan formal (hukum). Arti material mempunyai pengertian bahwa ada faktor historis dan penyebab yang menjelaskan secara faktual suatu hukum itu ada. Sementara arti formal mempunyai pengertian bahwa sumber hukum merupakan kriteria atas dasar suatu aturan dapat diterima sebagai hukum yang valid dalam suatu sistem hukum[7].

Walaupun tidak menimbulkan pertentangan, sumber Hukum Internasional dan sumber Hukum Internasional Islam (Siyar) mempunyai perbedaan. Dalam hukum internasional, sumber hukum internasional dapat dibagi menjadi tiga[8], yakni:

1.     Sumber hukum dalam arti formal, merupakan tempat di mana dapat ditemukan ketentuan hukum internasional untuk diterapkan dalam persoalan konkrit.
2.     Sumber hukum dalam arti material, merupakan sumber hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar kekuatan mengikat hukum internasional yang terletak pada kenyataan social bahwa hukum itu mutlak diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup bermasyarakat dan dapat memberikan ketertiban dalam hubungan internasional.
3.     Sumber hukum dalam arti kausal adalah faktor- faktor yang dapat  membantu pembentukan hukum sebagai perwujudan atau gejala social dalam kehidupan masyarakat[9].


Sementara sumber Hukum Internasional Islam bersumber pada empat sumber hukum yang ada dalam hukum Islam, yakni:

1.     Al Quran
2.     Sunnah
3.     Ijma
4.     Qiyas

Hukum Humaniter Internasional tidak disebutkan secara spesifik dalam kitab suci umat Islam Al Quran, hadist- hadist maupun sunnah. Namun, walaupun begitu Islam mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam memperkaya kaidah- kaidah Hukum Humaniter Internasional. Salah satunya dalam Al-Quran surat Al- Baqarah ayat 190, di mana Allah SWT berfirman:

“Dan perangilah di jalan Allah orang- orang yang memerangi kami, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah membenci orang- orang yang melampaui batas.”

Ayat tersebut adalah ayat madaniah yang pertama kali mengizinkan umat Muslim untuk perang dan membalas tindakan kaum musyrikin. Ayat tersebut juga digunakan oleh Nabi Muhammad untuk memerintahkan tentara- tentara Muslim untuk tidak menyerang non-kombatan.

Walaupun tidak disebutkan secara spesifik dalam Al-Quran tentang apa itu Hukum Humaniter. Namun Islam menjelaskan secara rinci tentang siapa saja yang boleh dan dilarang untuk dibunuh maupun dilukai dalam perang. Nabi Muhammad SAW melarang tentara muslim untuk berkonfortasi secara fisik maupun senjata dengan non-kombatan yang tidak ikut bagian dalam perang seperti; anak kecil, wanita, pemuka agama, orang yang telah lanjut usia atau orang- orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk ikut perang, memutilasi mayat, melampiaskan dendam pada tawanan peran atau pencari suaka dan membunuh kombatan yang telah menyerah.

Apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dilakukan juga oleh Khalifah Islam yang pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Bakar melarang pasukannya untuk membunuh wanita, anak- anak, orang lanjut usia, mereka yang menyerah, membakar pohon kurma, merusak wilayah yang diduduki dan menyembelih hewan- hewan ternak kecuali untuk dimakan.

Hal- hal di atas mempunyai korelasi dengan ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Jenewa tentang perlindungan terhadap tahanan perang. Misalnya, melarang memperlakukan tahanan perang dengan tidak manusiawi, yang juga diatur dalam Islam. Oleh karena itu, pada dasarnya prinsip- prinsip tersebut tidak berbeda dengan Hukum Humaniter Internasional. 

Islam menciptakan hukum agar manusia selamat dunia mapun akhirat. Walaupun hukum Islam memiliki beberagam makna, namun pada dasarnya hukum Islam hadir untuk memberikan manfaat bagi manusia[10] dan menghindari bahaya serta kerusakan di Bumi. Islam merupakan agama rahmatan ‘lil alamin, yang lahir ke Bumi untuk membawa kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan juga sesama manusia. Hal tersebut sejalan dengan pemaknaan sumber hukum internasional dalam arti material yang dapat memberikan ketertiban bagi umat manusia.

Namun, walaupun sejalan dengan pemaknaan sumber hukum internasional dalam arti material bukan berarti hukum Islam tidak serta merta dapat diterima sebagai sumber hukum internasional dalam arti material begitu saja. Seperti kita ketahui, perkembangan hukum internasional terbagi ke dalam dua periodisasi, yaitu periode Pre- Westphalia dan Post-Westphalia[11]. Pada periode Pre- Westphalia, agama Kristen mempunyai peranan yang penting dalam Hukum Internasional. Sementara pada periode Post-Westphalia memisahkan hubungan agama dengan negara. Walau pengaruh agama Kristen masih ada, pada periode inilah proses sekularisasi dalam Hukum Internsional terjadi. Dalam periode ini objetifikasi dilakukan untuk memisahkan antara agama dengan ilmu pengetahuan[12]. Hal yang menjadi pembeda Islam dengan barat dalam melakukan metodologi ilmiah.

Namun hal tersebut tidak serta merta meruntuhkan bahwa Hukum Internasional Islam khususnya Hukum Humaniter Islam tidak dapat dijadikan sumber hukum internasional dalam arti material. Sebaliknya Hukum Islam dapat dijadikan sumber hukum formil mauppun materil dengan melakukan objetifikasi melalui proses yang dikenal dalam Islam dengan ijtihad. Proses tersebut tentu harus memenuhi kriteria integralisasi dan objektifikasi. Karena pada dasarnya prinsip- prinsip yang ada dalam Hukum Islam selaras dengan prinsip- prinsip yang terdapat dalam Hukum Internasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam Konvensi Jenewa dan Konvensi Wina yang banyak memasukan prinsip- prinsip dari Islam yang menjadikannya sebagai sumber hukum formil dalam hukum internsional. Sehingga Hukum Internasional Islam khususnya Hukum Humaniter Islam dapat diterima secara universal sesuai dengan tujuan Islam lahir ke dunia, sebagai rahmatan ‘lil alamin.








[1] Eka An Aqimuddin, Islam Sebagai Sumber Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Bandung, 2014, hlm2.
[2] Putusan UCJ dalam Kasus United States Diplomatic and Consular Staff in Tehra(1980) misalnya menyatakan bahwa “The principle of the iniolability of the persons of diplomatic mission is one of the very foundations of this long-established regime, to the evolution of which tradition of Islam have made a substansial contribution (para.86)
[3]Mashood. A. Baderein, International Human Rights and Islamic Law, Oxford University Press, Oxford, 2005
[4] Muhammad Ari dan Rapung Samuddin, Hukum Internasional dan Hukum Islam Tentang Sengketa dan Perdamaian, Gramedia, Jakarta, 2013
[5] Majid Khaduri, Perang dan Damai dalm Hukum Islam, Terawang Press, Yogyakarta, 2002
[6] Eka An Aqimuddin, Op.Cit., 15
[7] Peter Malanczuk, Akehurst’s Modern Introduction To International Law, Seventh Edition, Routhledge, 1997, New York, hlm. 35
[8] Mochtar Koesumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 113.
[9] Ibid.
[10] Eka An Aqimuddin, Op.Cit., hlm. 16
[11] Mashood A. Baderin, Religion and International Law; Friends or Foes, European Human Rights Review, Issues 5, Sweet & Maxwell, London 2009, hlm. 639.
[12] Eka An Aqimuddin, Op. Cit., hlm. 18

Monday, 5 October 2015

Bagi- Bagi Buku- Buku

Karena mau pindahan ke suatu tempat yang ga akan mungkin dibawa secara fisik, sebagaian buku yang saya punya mau dihibahkan. Sebagian punya double, baik terjemahan sama versi inggris-nya. Jadi sayang aja nanti bakalan berdebu dan ga kerawat.

Novel, filsafat dan cerpen:
1. Albert Camus - The Stranger (eng)
2. Albert Camus - Sampar
3. Albert Camus - The Rebel (eng)
4. Alice Munro - Dear Life (eng)
5. AS Byatt - Possession (eng)
6. George Orwell - 1984 (eng)
7. F. Scott Fitzgerald - The Great Gatsby (eng)
8. Ernest Hemingway - The Old Man and The Sea
9. V.S Naipul - A House for Mr. Biswas (eng)
10. Haruki Murakami - 1Q84
11. Haruki Murakami - Sputnik Sweetheart
12. Friedrich Nietzsche - Beyond Good and Evil (eng)
13. Friedrich Nietzsche - Sabda Zarathrusta
14. Michel Foucault - Madness Civilization (eng)
15. Seno Gumira Ajidarma - Negeri Senja
16. Seno Gumira Ajidarma - Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus BIcara
17. Leo Tolstoy - Anna Karenina
18. Leo Tolstoy - Haji Murad
19. Leo Tolstoy - Tuhan Tahu Tapi Menunggu
20. Pramoedya Ananta Toer - Arok Dedes

Sains:
1. Stephen Hawking - The Grand Design
2. Carl Sagan - Billions and Billions (eng)
3. Carl Sagan - The Cosmic Connection(eng)
4. Charles Darwin - On the origin of species (eng)
5. Neil deGrassse Tyson - Universe Down to Earth (eng)
6. Adam Rodgers - Proof: The Science of Booze (eng)
7. Pedro G Ferreira - The Perfect Theory: A Century of Geniuses and The Battle over General Relativity (eng)
8. Alan lightman - The Accidental Universe: The World You thought you knew (eng)

Sepakbola (all eng):
1. Simon Kuper - Soccernomics
2. Frankline Foer - How Soccer Explains The World
3. Jonathan Wilson - Inverting The Pyramid
4. Nick Hornby - Fever Pitch
5. David Peace - The Damned United
6. Ronald Reng - A Life Too Short: The tragedy of Robert Enke

Bisnis, Startup, Motivasi:
1. Eric Reis - The Lean Startup (eng)
2. Malcolm Gladwell - Tipping Point



Friday, 21 August 2015

25 dan Usaha Untuk Tidak Menjadi Dewasa

Jika dua tahun lalu ada kue tart dan pesta kejutan yang gagal, dan tahun lalu duduk di pinggir pantai memandangi langit Gili dan ngobrol ngalor- ngidul dengan beberapa bule Inggris soal Radiohead dan sepakbola. Kali ini, saya memilih berdiam diri di ruang kerja sambil mendengar single terbaru dari band asal Philadelpia, The Wonder Years. Melakukan apa yang saya harus lakukan, lalu memandang ke arah Bandung Utara. Melihat konstelasi bintang dan gemerlap cahaya dari lampu rumah penduduk di kaki gunung Tangkuban Perahu.

Tak ada yang spesial, tak ada kue tart dan pesta kejutan yang gagal. Tak ada bule yang curhat soal ditinggal pacarnya lalu memutuskan travelling ke Asia Tenggara. Hanya ada satu gelas nutrisari lalu beberapa pesan masuk berdatangan.

"Selamat ulang tahun, wish you all the best!!!"

Semua pesan yang berdatangan dengan nada yang hampir serupa. Begitu semua kira- kira isinya.

Biasanya, jika tak sedang bepergian, saya sering ditodong makan siang dan membayar tagihan. Tapi hari ini saya beruntung, kali ini beberapa kawan pergi tur dan bekerja di luar kota dan negeri. Uang yang tak terpakai bisa ditabung untuk membeli sesuatu yang tak perlu- perlu amat.

Tapi entah, saya masih bingung, harus gembira atau bersedih, bertambah umur justru mengurangi usia. Sudah seperempat abad. Berarti saya harus mulai bersikap dewasa. Walau kata beberapa teman saya cukup bijaksana ketika mengambil keputusan. Tetap saja, bagi saya menjadi dewasa itu menyebalkan.

Jika harus memilih dan andai menjadi tua tidak harus diiringi oleh sikap sok bijaksana dan sok bertanggung jawab yang kita sebut dewasa. Saya memilih untuk tinggal di Neverland bersama Peter Pan. Menertawakan mereka yang pandai berpura- pura dan sok bijaksana. Menertawakan mereka yang lupa dengan mimpi- mimpi mereka. Menertawakan mereka yang lupa dengan fantasi- fantasi mereka.

Ah tapi saya juga lupa, saya hidup di dunia yang sama dengan mereka yang lupa dengan fantasi liar mereka. Saya harus menjadi dewasa. Harus pandai berpura- pura dan sok bijaksana, terlebih lagi di depan wanita. Mulai harus bisa memprioritaskan, setidaknya begitu kata mereka.

Tapi bukannya semua orang punya hal- hal yang mereka prioritaskan. Perihal mana yang harus didahulukan. Tidak semua hal yang menurut mereka itu harus adalah harus menurut saya. Begitu pula sebaliknya.

Tapi percuma, seberapa keras saya melawan, dan mencoba membuktikan bahwa dunia orang dewasa itu menyebalkan toh saya tetap harus berkompromi dengan kenyataan.

Membayar segala tagihan dengan pekerjaan yang dibayar bulan depan. Duduk di depan komputer selama berjam- jam. Menghitung pemasukan dan pengeluaran. Mengawal produksian. Menuntaskan segala hal yang tertunda, khususnya masalah perkuliahan dan janji pada orang tua. Lalu meninggalkan mimpi dan fantasi terliar yang pernah ada dan menjadi dewasa. Berkompromi dengan kenyataan.

Tapi setidaknya saya ingin berterima kasih pada zat yang maha, yang telah memberi saya kesempatan untuk bertaruh dan bertarung habis- habisan. Bertaruh dan bertarung dalam segala hal, walau tak semuanya bisa saya menangkan.

Oh iya, di umur yang sudah seperempat abad ini, saya sudah berjanji untuk meninggalkan zona nyaman, menerjang batas, cause the only way to know how strong we are, is to keep testing our limits. 

Karena dalam hidup hanya ada dua pilihan, menang atau kalah telanjang. Dan toh hidup yang tak pernah dipertaruhkan tak akan pernah kita menangkan, bukan?


Thursday, 16 July 2015

Rumah



Rumah tak sesederhana apa yang Kamus Besar Bahasa Indonesia artikan. Bagi kebanyakan dari kita, rumah bukan hanya sekedar kata benda yang diartikan sebagai bangunan untuk tempat tinggal saja, melebihi itu, rumah menjelma menjadi kata sifat, sesuatu yang melibatkan perasaan. 

Kita bukan lah siput yang selalu membawa rumahnya ke mana pun ia pergi. Hampir setiap hari kita pergi meninggalkan rumah dan menjadikannya sebagai arah tujuan untuk pulang. Seberapa hancurnya rumah kita, toh itu selalu menjadi tempat yang nyaman sebagai destinasi untuk pulang. Dan seberapa jauh jarak yang kita tempuh dan pergi melangkah meninggalkan rumah, kita selalu menemukan cara untuk pulang.

Lalu apa yang sebenarnya membuat rumah itu indah dan selalu kita rindukan? Suasananya, tempatnya atau orang yang ada di dalamnya?

Orson Scott Card dalam bukunya yang berjudul Hidden Empire menggambarkan rumah sebagai dunia yang sebenar- benarnya, dunia yang benar- benar nyata. Dan segala hal yang kita lakukan di luar semuaya bermuara ke dalam rumah. Sumber dari segala kebahagiaan. Segalanya yang berada di luar rumah, seperti pekerjaan, politik dan uang bukanlah hal yang ril yang benar- benar kita inginkan. Karena rumah telah memberikan kita segalanya yang kita butuhkan, rasa (ny)aman. Dan tak ayal, bagi sebagian orang terkadang rumah bukan lagi rumah ketika tak bisa lagi  memberikan rasa (ny)aman.

Atau bagaimana V.S Naipaul menggambarkan rumah dalam novelnya yang berjudul Sepetak Rumah Untuk Tuan Biswas (A House For Mr. Biswas). Mohun Biswas tokoh utama dalam novel tersebut menggambarkan rumah bukan hanya sebagai tempat ia berteduh dari panas dan hujan semata. Rumah baginya harus bisa memberika kebahagiaan. Maka Ia bersikeras untuk membangun rumah impiannya sendiri, rumah sebagai tempat eksistensinya sendiri. 

Oleh karena itu beberapa pergi jauh keluar dari rumah yang berkonteks bangunan berupa tempat tinggal dan menemukannya dalam pengembaraan serta petualangannya masing- masing. Definisi rumah menurut artian mereka sendiri yang tak sesederhana menurut KBBI. Karena terkadang untuk mencari ke dalam kita harus pergi jauh keluar. Dan di sana mereka menemukan apa yang mereka sebut rumah.

Seberapa sederhananya rumah yang kita tempati, tak dapat kita ingkari di dalamnya terdapat kompleksitas. Tak sesederhana apa yang KBBI artikan. Mungkin seperti apa yang Pidi Baiq katakan, karena rumah (Bandung) bukan hanya perkara soal geografis semata, di dalamnya melibatkan perasaan. Mungkin bukan pada bangunan atau tempat yang menjadi tujuan pulang, karena terkadang rumah adalah suasana, orang atau rasa nyaman yang mereka berikan. Rumah adalah sebuah tempat melankoli yang penuh dengan nostalgia, yang melahirkan keindahan dan harapan.



“Perhaps home is not a place but simply an irrevocable condition.” - James Baldwin




Tuesday, 9 June 2015

Layanan Musik Streaming, Penyelamat Industri Musik?



Dulu, kebanyakan dari kita banyak mengumpulkan lagu secara fisik, baik melalui kaset, CD atau piringan hitam, atau kombinasi di antaranya. Selain dapat menikmati lagu yang berada di dalamnya, kita juga disuguhi artwork yang menarik dari setiap rilisannya.

Selama belasan tahun industri musik dianggap berada dalam titik nadirnya, di mana kasus copyright infigment dan hak royalti menjadi persoalan yang banyak ditemukan di industri musik.

Di era yang serba digital sekarang ini, industri musik adalah salah satu industri yang hingga kini masih kesulitan beradaptasi dengan dunia internet dalam memonetisasi kontennya. Walau kini layanan musik streaming seperti Spotify, Pandora dan Deezer telah menjamur di mana- mana, aga prematur jika harus mengatakan bahwa layanan musik streaming memiliki masa depan yang cerah di industri musik.

Layanan musik streaming kini sedang menjadi trending topic di ranah dunia digital, setelah Jay-J dengan Tidal-nya (walau dianggap tidak sukses, karena dianggap tidak memberika fitur yang menarik dimana kita harus membayar $20 tiap bulannya dengan imbalan kita mendapatkan kualitas audio sebaik CD) ikut meramaikan layanan musik streaming, kini Apple ikut berlomba memasuki pasar yang dianggap mampu menyelamtkan industri musik dari kehancuran.



Layanan musik streaming dengan konsep freemium-nya dianggap dapat menyelamatkan industri musik dari ambang kehancuran. Dari fitur gratis tersebut, diharapkan para penikmat musik akan tertarik untuk meng-upgrade akun mereka, dengan membayar $5-15 (Tergantung layanan yang kalian gunakan, saya menggunakan Spotify dan menghabiskan sekitar $10/bulan dan VPN karena Spotify belum masuk ke Indonesia) untuk menikmati fasilitas yang tidak hadir dalam layanan freemium yang mereka tawarkan. Dari akun yang berbayar tersebut, perusahaan- perusahaan layanan musik streaming membayar hak cipta kepada pemilik lagu.

Tapi menariknya, walau dalam tahun 2014 saja Spotify sudah membayar royalti sebesar $1 triliun pada semua pemilik konten di layanan musik streaming tersebut. Masih ada saja musisi yang menganggap bahwa layanan musik streaming tak jauh berbeda dengan Napster--sebuah layanan peer-to-peer milik Sean Parker (co-founder Facebook) yang "sukses" merevolusi industri musik dunia.



Contohnya, Taylor Swift. Pelantun lagu Bad Blood tersebut menarik semua lagunya dari Spotify karena menganggap layanan musik streaming tersebut mirip Napster, karena memberikan layanan gratis ke semua orang alih- alih melawan pembajakan. Padahal jika Ia mau meriset lebih dalam, single Avicii yang berjudul "Wake Me Up" berhasil di-streaming sebanyak 339 juta kali di Spotify dan menghasilkan lebih banyak uang dari layanan musik streaming dibanding penjualan CD dan single-nya tersebut di itunes. Aloe Balaac, co-writer dari penulis lagu tersebut berhasil mendapatkan $12,359 dari hasil streaming lagu tersebut di Pandora. Penghasilan yang selama ini tidak didapat dari rilisan fisik.

Pengguna layanan musik streaming dari tahun ke tahun juga meningkat cukup pesat. Hingga tahun 2014 saja, pengguna aktif layanan musik streaming di Spotify sudah mencapai 60 juta user, dimana 15 juta diantaranya merupakan premium subsciber, dengan pengguna terbanyak berada di kawasan Eropa.


Bagi saya pelaku pasar, layanan musik streaming membuat saya mudah mendapatkan data dalam memonitor pasar. Dalam dua tahun terakhir saya menggunakan data yang diambil dari Soundcloud, Deezer, Youtube dan Bandcamp dalam memvalidasi pasar yang cukup ampuh menaikan jumlah penjualan baik CD maupun merchandise. Sementara hasil revenue dari layanan streaming masih belum sebesar dari penjualan rilisan fisik tapi setidaknya cukup untuk menutupi ongkos produksi rilisan fisik, untuk saat ini.

Lalu bagaimana nasib layanan musik streaming di Indonesia?

Beberapa perusahaan penyedia layanan musik streaming sudah melakukan penetrasi ke pasar Indonesia, di antarnya: Deezer, Guaverra, Rdio, Soundcloud dan MixRadio (Penyedia layanan musik streaming milik Line).

Walau arahnya sedang menuju ke sana tapi ada beberapa challanges yang dihadapi setiap penyedia layanan musik streaming yang ingin atau sudah masuk ke pasar Indonesia. Selain kualitas internet yang buruk (dengan alasan itu juga Google menjadikan Indonesia sebagai contoh di Google i/o) para penyedia, record label dan musisi harus mengedukasi pasar bahwa layanan musik streaming dapat menekan jumlah pembajakan dan memberikan musisi pendapatan sehingga mereka dapat terus berkarya.

Terlalu dini untuk mengatakan bahwa layanan musik streaming mampu menjadi Messiah industri musik yang telah berada dalam posisi dekaden dalam belasan tahun terakhir, tapi mengatakan bahwa layanan musik streaming bukan jawaban yang selama ini dicari juga terlalu gegabah, toh layanan musik streaming telah mampu menambah revenue yang selama ini tidak mampu didapatkan dari penjualan fisik semata.

Music industry is dead, long live music industry!