Wednesday, 14 November 2012

Singularitas


Tanpa disadari kerumitan hidup membawa kita ke detik dimana kita menghirup udara sekarang, dunia berubah dan aturan pun berubah. Ratusan tahun yang lalu tak ada yang mengira kita dapat berkomunikasi jarak jauh dalam hitungan detik, tapi hari ini ribuan informasi dikirmkan dalam hitungan menit. Pergerakan manusia menjadi tak terbatas dan terus bergerak dengan kecepatan yang terus meningkat, tahun menjadi bulan, bulan menjadi hari, hari menjadi jam, jam menjadi menit lalu menit menjadi detik, terus bergerak hingga mendekati NOL, dan sesuatu yang berbeda yang belum pernah terjadi sebelumnya akan benar- benar terjadi.

Singularitas, para matematikawan, fisikawan atau ilmuwan yang bergulat dibidang kosmologi menyebutnya. Ketika ruang dan waktu dan segala dimensi yang ada runtuh dan saling bersinggungan, tertarik oleh besarnya gravitasi hingga angka yang tak terbatas, hingga menjadi titik yang sangat kecil. Disinilah segala hukum fisika menjadi tidak berlaku karena semuanya semuanya berasal dari ketiadaan.

Tidak seperti bintang yang mati karena tersedot oleh gravitasinya sendiri hingga hukum fisika tidak berlaku lagi, singularitas kehidupan mungkin berbeda dengan singularitas dalam matematika dan fisika, Nol yang tak sepenuhnya nol tapi sama seperti dalam fisika dan matematika, saat semuanya berhenti nol tersebut dapat membawa kita menuju perubahan yang sangat radikal. Nol yang mempunyai arti.

Ada yang bilang saat singularitas terjadi manusia akan menjadi mahluk yang tak ada guna, segala pikiran kita dapat di download dan di komputasi oleh komputer, manusia akan menjadi budak mesin, seperti yang terjadi dalam film Terminator, Matrix dan I, Robot.

---===---

Tapi sadar tidak sadar, secara individu kita pun sedang bergerak menuju singaluritas. Kerumitan hidup memaksa kita menjalankan skenario terburuk (atau skenario terbaik yang pernah ada), segala rencana yang telah disusun matang- matang hancur, tapi saat kehancuran itu berhenti tanpa disadari hidup ini mempunyai arti yang lebih dari sekedar bernapas, seks, makan, minum, tidur dan mati. Rumitnya hidup juga memaksa seseorang untuk berubah dan perubahan dalam diri seseorang tak dapat dielakkan, perubahan juga bisa menjadi antidot bagi seseorang dalam menjalani hidupnya.

Singularitas mungkin dapat menavigasikan kita kedalam perubahan yang radikal yang dapat membawa kita keluar dari bencana atau sebaliknya tapi terlepas dari itu semua perubahan akan selalu terjadi, baik atau buruk tergantung bagaimana kita menjalaninya.


Tuesday, 6 November 2012

Candu Sepak Bola Indonesia

Franz Beckenbauer terkejut saat mengetahui negara yang tak pernah masuk Piala Dunia ini mempunyai antusiasme yang begitu besar terhadap sepak bola. Apa yang saya ceritakan pada orang Arab dan Turki di sebuah lobi hotel di Madinah membuat mereka berdua meng-googling PERSIB di search engine terbesar di dunia maya itu. Orang Prancis yang sedang asik ngopi di sekitaran Dago mengira ada kampanye partai politik berwarna biru di jalanan kota Bandung.

Inilah fanatisme sepak bola yang kita punya, 20000 lebih bobotoh disekitar stadion Siliwangi adalah saksinya, pertandingan liga Inggris antara Man Utd vs Arsenal tak ada apa- apanya dibanding laga pra-musim Persib. Saya adalah satu dari ribuan bobotoh yang tak kebagian tiket dan ngoceh tak karuan di twitter karena Trans 7 batal menayangkannya. Atmosfer yang bobotoh ciptakan tak berbeda dengan atmosfer pertandingan Persib lainnya, matchday adalah matchday tak ada istilah pra-musim atau persahabatan, dimana dan kapan pun Persib bermain kami tak segan datang untuk sekedar memberi dukungan atau mengeluarkan kata sumpah serapah. Lihat lah jumlah bobotoh yang datang hanya untuk melihat Persib berlatih, hampir sebanding dengan apa yang saya lihat saat menyaksikan Liverpool mencoba rumput di Bukit Jalil.

Bobotoh adalah secuil contoh dari besarnya fanatisme bal-balan di Indonesia, sekaligus memberi isyarat, bahwa klub lokal pun tak kalah berharganya dibanding klub Eropa yang jauh disebrang sana. Industri sepak bola kita mempunyai potensi yang besar andai saja pengurusnya menyadari dan melakukannya dengan benar. 

Tapi inilah nasib kita sebagai negara dunia ketiga disegala bidang, kita hanya mampu menjadi konsumen dan penonton dari apa yang dunia barat berikan. Bahkan untuk mengejar sodara tua Asia pun hampir mustahil untuk 5 tahun kedepan. Tapi tak ada salahnya untuk berharap, sekarang mungkin kita hanya bisa jadi penonton, tapi suatu saat nanti kita harus berani berkata cukup.

Hingar bingar pertandingan klub- klub disebrang samudra sana akan menjadi riak- riak kecil jika para pengurus bal- balan kita mampu mengerjakannya dengan benar, bukan hanya sebagai alat pengeruk keuntungan semata atau alat politik untuk pemilu 2014 nanti.

Entah kapan, tapi inilah candu sepak bola yang selalu menawarkan dan bicara soal harapan.