Cinta itu anarki, tak ada yang berhak mendikte seseorang untuk suka atau tidak suka dalam menjatuhkan hati pada individu yang dipujanya. Urusan dia suka atau tidak itu urusan dia. Tak ada kelas dalam cinta, begitu juga dalam anarki, kesamaan dan perbedaan tidak mempunyai ruang dan batas, keduaya sama- sama indah.
Cinta berada satu tingkat diatas logika, hubungannya erat dengan emosi, bersemiotika, paradoks dan juga raja tega. Jika di-isme-kan maka penganutnya adalah seluruh umat manusia.
Saya berada dalam awan kebingungan dalam mengekspresikan perasaan saya saat ini, bahkan teori dekonstruksi Derrida pun tak mampu menerjemahkan awan- awan itu, maklum sudah sangat lama saya memilih absen dalam hal seperti ini. Bukan karena trauma (cih), tapi seperti yang Nietszche katakan: cinta itu erat dengan ketamakan-- keduanya menyampaikan hal yang sama; rasa ingin memiliki (hasrat). Dan selama ini saya mencoba menjauhi apa yang namanya "hasrat".
Tapi kali ini berbeda, jika dulu saya selalu membawa- bawa cambuk seperti yang Nietszche sarankan jika ingin mendekati atau berdekatan dengan wanita, sekarang saya mulai memikirkan perkataan Sartre, walau menurutnya memikirkan apa yang Ia katakan berarti saya tidak melakukannya.
Yah, saya memang tidak melakukannya, tapi untuk memperhalus apa yang seharusnya, saya memang baru akan memulainya (lagi).
Sulit memang mendeskripsikan kata cinta secara utuh, karena banyak kisah cinta yang tak mempunyai ending se-happy ending kisah cinta dalam cerita Disneyland atau Hollywood. Bahkan beberapa diantaranya berakhir tragis.
Bagaimana Nietszche dengan Zharathusta-nya, Ia berhasil membunuh tuhan tapi apa daya Ia lalu mati karena cinta yang tak sampai, Ia terjebak dalam perkataannya sendiri, bermain- main dengan perempuan (Lou Salome) yang menurutnya adalah sesuatu yang menyeramkan sekaligus membahayakan. Salome lebih memilih Ree dibanding Nietszche, dan tentu saja bukan hak Nietszche untuk memaksa Salome mencintai dirinya dibanding Ree. Nietsczhe menderita, Ia mati terbunuh dalam sepi.
Memang, terlalu sulit menisbikan cinta pada manusia, toh pembunuhan pertama di dunia hadir gara- gara cinta. Qabil rela membunuh sodaranya Habil demi mendapatkan cinta Iqlima, yang menurutnya Iqlima lebih rupawan dibanding dengan Lubuda.
Sama seperti revolusi, cinta juga butuh darah, butuh pengorbanan, butuh tindakan yang nyata dan bukan hanya sekedar ungkapan yang terdiri dari tiga kata. Sama seperti anarkisme, cinta juga dalam sejarahnya kerap bersinggungan dengan kekerasan dan pemberontakan.
Yah, memang, terkadang cinta hanya dapat berbicara dengan selongsong peluru, bukan?
Cinta berada satu tingkat diatas logika, hubungannya erat dengan emosi, bersemiotika, paradoks dan juga raja tega. Jika di-isme-kan maka penganutnya adalah seluruh umat manusia.
Saya berada dalam awan kebingungan dalam mengekspresikan perasaan saya saat ini, bahkan teori dekonstruksi Derrida pun tak mampu menerjemahkan awan- awan itu, maklum sudah sangat lama saya memilih absen dalam hal seperti ini. Bukan karena trauma (cih), tapi seperti yang Nietszche katakan: cinta itu erat dengan ketamakan-- keduanya menyampaikan hal yang sama; rasa ingin memiliki (hasrat). Dan selama ini saya mencoba menjauhi apa yang namanya "hasrat".
Tapi kali ini berbeda, jika dulu saya selalu membawa- bawa cambuk seperti yang Nietszche sarankan jika ingin mendekati atau berdekatan dengan wanita, sekarang saya mulai memikirkan perkataan Sartre, walau menurutnya memikirkan apa yang Ia katakan berarti saya tidak melakukannya.
Yah, saya memang tidak melakukannya, tapi untuk memperhalus apa yang seharusnya, saya memang baru akan memulainya (lagi).
Sulit memang mendeskripsikan kata cinta secara utuh, karena banyak kisah cinta yang tak mempunyai ending se-happy ending kisah cinta dalam cerita Disneyland atau Hollywood. Bahkan beberapa diantaranya berakhir tragis.
Bagaimana Nietszche dengan Zharathusta-nya, Ia berhasil membunuh tuhan tapi apa daya Ia lalu mati karena cinta yang tak sampai, Ia terjebak dalam perkataannya sendiri, bermain- main dengan perempuan (Lou Salome) yang menurutnya adalah sesuatu yang menyeramkan sekaligus membahayakan. Salome lebih memilih Ree dibanding Nietszche, dan tentu saja bukan hak Nietszche untuk memaksa Salome mencintai dirinya dibanding Ree. Nietsczhe menderita, Ia mati terbunuh dalam sepi.
Memang, terlalu sulit menisbikan cinta pada manusia, toh pembunuhan pertama di dunia hadir gara- gara cinta. Qabil rela membunuh sodaranya Habil demi mendapatkan cinta Iqlima, yang menurutnya Iqlima lebih rupawan dibanding dengan Lubuda.
Sama seperti revolusi, cinta juga butuh darah, butuh pengorbanan, butuh tindakan yang nyata dan bukan hanya sekedar ungkapan yang terdiri dari tiga kata. Sama seperti anarkisme, cinta juga dalam sejarahnya kerap bersinggungan dengan kekerasan dan pemberontakan.
Yah, memang, terkadang cinta hanya dapat berbicara dengan selongsong peluru, bukan?