Ada satu dari ratusan toko buku yang saya datangi waktu itu, entah mengapa, tapi kerumitan takdir mengharuskan saya mendatangi tempat itu. Ada 2 orang yang sudah terlebih dahulu datang sebelum saya tiba, satu orang mahasiswa berpakaian lusuh yang mukanya belum dibilas oleh air sama sekali dan disampingnya duduk seorang mahasiswi cantik dengan rambut panjang yang terurai sungguh membuat mata sulit untuk tidak ingin melihat paras wajahnya itu.
Aku duduk disampingnya, tepat disampingnya. Mendengar suaranya yang merdu menawar harga buku. Ditangannya ada telepon genggam pintar yang ia pegang erat, sambil mendengar ia menawar, kucoba tanyakan judul buku yang kucari pada penjaga toko buku itu. Gadis itu menoleh, mulutnya tersenyum lebar menandakan bahwa ia cukup bersahabat.
Aku memang bukan seorang pria yang mengidap Caligynephobia, tapi saat duduk disampingnya aku tak mau berdusta bahwa aku cukup deg- degan dibuatnya sekaligus menikmati momen menawar buku disampingnya.
Disebuah coffee shop aku bercerita pada seseorang tentang kejadian tersebut.
“Aku bertemu gadis cantik di toko buku di Palasari tadi.”
“Seperti apa rupanya?”
“Pokoknya cantik!”
“Seperti apa rupa cantik menurutmu?”
“Aku tak tahu, tapi yang pasti ia cantik. Penjaga toko buku itupun berkata begitu padaku.”
“Lalu, kamu berkenalan dengannya?”
“Tidak, aku hanya bisa membalas senyumannya. Hanya itu yang aku bisa.”
Disana aku memang ingin bertanya siapa namanya, tapi yang jadi pertanyaannya, mau kah dia menjawab pertanyaan ku itu?. Dimata ku ia memang gadis yang sempurna tapi apakah aku cukup sempurna juga dimatanya, hal yang membuat ku menarik diri untuk sekedar bertanya siapa namanya.
Saat duduk memandangi layar laptop, aku berpikir. Gadis seperti itu pula kah yang Haruki Murakami gambarkan di cerpennya On Seeing 100% Perfect Girl One Beautiful April Morning?. Seandaninya pagi itu terulang kembali mungkin aku akan memberanikan diri menanyakan yang seharusnya saya tanyakan kepadanya.
No comments:
Post a Comment