“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia
akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian.” - Pramoedya Ananta Toer
Setidaknya begitulah kata Pram. Menulis merupakan suatu proses ekstensialis seseorang. Menulis tidak semudah berbicara, karena dengan menulis, sadar atau tidak, kita sedang mendokumentasikan keabadian.
Saya mulai belajar menulis ketika masih SMP, ada sekitar 16 tulisan yang mejeng di beberapa surat kabar nasional, seperti Pikiran Rakyat dan Kompas. Walau jumlah buku yang dibaca kian banyak dan ngejelimet tapi jumlah tulisan justru mulai berkurang. Perlahan nafsu menulis memudar ketika memasuki masa kuliah. Cuma 2 tulisan yang tembus media nasional dan 3 mejeng di sebuah majalah lokal. Sisanya terbit di blog.
Tapi 3 tahun ke belakang, nafsu itu kembali tumbuh. Twitter membuat saya kembali menulis. Orang- orang seperti mas Hedi, Zen RS, Arman Dhani, Eddward S Kennedy, Pangeran Siahaan dan masih banyak lagi yang membuat saya kembali bergairah dalam menulis. Saya tak pernah peduli siapa yang akan membacanya, yang penting menulis, karena toh tulisan yang baik pasti akan menemukan pembacanya. Seperti kata Zen, jadilah perajin tulisan, bukan penulis. Tulisan yang hadir dengan data dan fakta yang kuat.
Sebelum saya fokus menulis di blog ini, ada beberapa blog yang saya kelola dengan tema yang beragam. Di mulai dari blogger, Tumblr, Myspace, Friendster, notes di Facebook hingga multiply yang kini telah tiada.
Yah, betul, menulis membutuhkan energi, mencari data dan fakta yang akurat adalah salah satu kesulitan di antaranya. Lewat menulis juga saya sering kelimpungan akan dateline dan proyek yang tak kunjung usai yang membuat kuliah terbengkalai. Semenjak ikut serta ke dalam beberapa proyek yang digagas Mas Adi, menulis bagi saya seperti bernafas. Tersiksa oleh sulitnya menemukan data menjadi makanan sehari- hari yang sering dinanti jika proyek sepi. Tapi itu membantu saya dalam menulis dan mencari data skripsi. Walau jujur, cukup malas mengerjakan penulisan hukum yang satu ini.
Saya juga setuju dengan Papap/ Indra Hikmawan Saefullah-- Dosen Hubungan Internasional UNPAD yang juga merupakan eks-gitaris Alone at Last-- menulis dapat membuat suara kita lebih didengar. Jadi, mari menulis, apapun itu, karena dengan menulis kita mencatat keabadian. Dengan menulis suara kalian akan lebih didengar.
Selamat hari Blogger, kawan- kawan!!
note: Mulai bulan depan saya mulai aktif menulis di salah satu digital media start-up nasional!
Setidaknya begitulah kata Pram. Menulis merupakan suatu proses ekstensialis seseorang. Menulis tidak semudah berbicara, karena dengan menulis, sadar atau tidak, kita sedang mendokumentasikan keabadian.
Saya mulai belajar menulis ketika masih SMP, ada sekitar 16 tulisan yang mejeng di beberapa surat kabar nasional, seperti Pikiran Rakyat dan Kompas. Walau jumlah buku yang dibaca kian banyak dan ngejelimet tapi jumlah tulisan justru mulai berkurang. Perlahan nafsu menulis memudar ketika memasuki masa kuliah. Cuma 2 tulisan yang tembus media nasional dan 3 mejeng di sebuah majalah lokal. Sisanya terbit di blog.
Tapi 3 tahun ke belakang, nafsu itu kembali tumbuh. Twitter membuat saya kembali menulis. Orang- orang seperti mas Hedi, Zen RS, Arman Dhani, Eddward S Kennedy, Pangeran Siahaan dan masih banyak lagi yang membuat saya kembali bergairah dalam menulis. Saya tak pernah peduli siapa yang akan membacanya, yang penting menulis, karena toh tulisan yang baik pasti akan menemukan pembacanya. Seperti kata Zen, jadilah perajin tulisan, bukan penulis. Tulisan yang hadir dengan data dan fakta yang kuat.
Sebelum saya fokus menulis di blog ini, ada beberapa blog yang saya kelola dengan tema yang beragam. Di mulai dari blogger, Tumblr, Myspace, Friendster, notes di Facebook hingga multiply yang kini telah tiada.
Yah, betul, menulis membutuhkan energi, mencari data dan fakta yang akurat adalah salah satu kesulitan di antaranya. Lewat menulis juga saya sering kelimpungan akan dateline dan proyek yang tak kunjung usai yang membuat kuliah terbengkalai. Semenjak ikut serta ke dalam beberapa proyek yang digagas Mas Adi, menulis bagi saya seperti bernafas. Tersiksa oleh sulitnya menemukan data menjadi makanan sehari- hari yang sering dinanti jika proyek sepi. Tapi itu membantu saya dalam menulis dan mencari data skripsi. Walau jujur, cukup malas mengerjakan penulisan hukum yang satu ini.
Saya juga setuju dengan Papap/ Indra Hikmawan Saefullah-- Dosen Hubungan Internasional UNPAD yang juga merupakan eks-gitaris Alone at Last-- menulis dapat membuat suara kita lebih didengar. Jadi, mari menulis, apapun itu, karena dengan menulis kita mencatat keabadian. Dengan menulis suara kalian akan lebih didengar.
Selamat hari Blogger, kawan- kawan!!
note: Mulai bulan depan saya mulai aktif menulis di salah satu digital media start-up nasional!