Saturday, 14 February 2015

Hari Valentine dan Budaya Seks Di Nusantara

Aga suram ketika bangun tidur subuh- subuh dan melihat televisi yang masih menyala (padahal jarang ditonton dan lupa dimatikan sehabis nonton bola) didalamnya ada dua orang yang sedang berdebat ihwal hari Valentine.

Dari dulu saya tidak pernah merayakan Valentine, kenapa? Karena bagi saya orang yang merayakan adalah orang yang ga ada kerjaan. Menolak juga tidak., kenapa? karena memang tidak penting. Tapi sampai sekarang saya tidak pernah habis pikir, sebegitu bahayakah Hari Valentine itu? 

Konon, hari valentine identik dengan seks bebas. Entah dari mana hipotesa ini muncul ? Apa dari hasil survey atau dari hasil data penelitian penjualan kondom di Hari Valentine ?

Banyak yang bilang Hari Valentine juga tidak sesuai dengan nilai- nilai ketimuran yang adiluhung ini? Tapi jargon ini membuat saya makin bingung, nilai- nilai ketimuran mana yang telah dilangkahi? Bukankah budaya Timur kerap mengeksplorasi hubungan seksual?

Dalam relief Karmawibangga yang berada di bagian bawah Candi Borobudur, secara gamblang menggambarkan posisi ideal dalam bercinta. Relief tersebut ditutup oleh pemerintah kolonial Belanda karena tidak sesuai dengan norma kerajaan Belanda.

Dalam tulisan Zen ini, yang mengutip isi cerita dari buku Babat Tanah Jawi diceritakan, Pangeran Puger menghisap sperma Amangkurat II  yang notabene adalah kakaknya sendiri, dan dahsyatnya Pangeran Puger menghisap sperma dari kakaknya yang sudah menjadi mayat hanya untuk melegitimasi kekuasaannya. 

Ada lagi (tapi saya lupa membaca di mana) salah seorang seorang raja di kawasan nusantara yang mati terkena sipilis karena berhubungan badan dengan lebih dari seribu wanita tanpa lat pengaman (kondom dalam bentuk apapun mungkin belum sampai ke nusantara saat itu). Belum lagi kisah tentang Sultan Iskandar Muda yang meminta dibawakan dua wanita bule dari Inggris untuk memenuhi nafsu birahinya. Lalu ada Serat Centhini, yang secara lugas mengupas hubungan seksual di kalangan bangsawan- bangsawan Jawa.

Di majalah Historia pernah diceritakan, soal kegemaran Pakubowono X yang mengoleksi selir dalam memuaskan nafsu birahinya. Ada sekitar 40 selir yang menjadi alat pemuas nafsu birahinya. Konon, para Raja yang sudah menikah tetapi belum mempunyai selir tetap dianggap masih pejaka. Selain itu selir juga bisa menjadi alat legitimasi untuk meraih kekuasaan yang tak terbatas karena keluarga- keluara selir secara tidak langsung akan mendukung raja jika terjadi sesuatu yang merugikan raja.

Jangan lupa, selir- selir raja yang merupakan pemuas nafsu para raja jawa juga mempunyai peranan penting dalam melahirkan raja- raja di Nusantara. Nyai Karoh, yang merupakan selir Raden Mas Suryaputra (Amangkurat IV) melahirkan Pangeran Arya Mangkunegara. Yang kemudian memepunyai keturunan benama Raden Mas Said, yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Samber Nyawa alias Mangkunegara I.

Ada juga kakawin Hariwangsa yang merupakan syair dalam bahasa Jawa kuno, yang dengan secara secara eksplisit menggambarkan hubungan seksual sesama jenis para perempuan yang hidup di balik tembok keraton.

Jazirah arab mempunyai cerita semacam kamasutra dalam bentuk The Secret Garden of Eden. Lalu dalam Islam ada kitab Qurrat al-Uyun yang secara detail menggambarkan wanita mana yang ideal untul dinikahi melalui perspektif seksual dan juga membahas persoalan seks lainnya. Di India ada sebuah kitab yang terkenal Kamasutra yang menggambarkan posisi- posisi ideal dalam melakukan hubungan seksual.

Jujur saya, bagi saya pribadi melarang perayaan Valentine karena alasan seks bebas dan tidak sesuai dengan nilai- nilai ketimuran yang katanya adiluhung itu justru tidak masuk akal. Jika melihat fakta- fakta di atas, justru budaya kita yang katanya adiluhung ini telah lebih dulu mengekplorasi hubungan seksual. Alih- alih memberi edukasi soal pentingnya alat reproduksi, larang- larangan ini justru dapat membuat para siswa tersebut semakin tertantang untuk mencari tahu dan mencoba berhubungan badan. 

Bagi saya dibanding melarang siswa untuk merayakan valentine karena alasan seks bebas justru makin menjauhi nalar, alangkah baiknya jika pemerintah mau memasukan pendidikan kesehatan reproduksi ke dalam kurikulum. Agar apa? agar mereka yang konon katanya generasi penerus bangsa tahu, apa fungsi dari organ genitalnya lalu oleh siapa saja organ genitalnya boleh dipegang dan akan berakibat apa jika organ genitalnya dipakai sembarangan. 

Pendidikan alat reproduksi dapat menjadi alat pencegah atau early warning sehingga mereka tahu apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan. Dibanding melarang suatu perayaan yang merupakan produk budaya luar yang sudah menjadi tradisi berabad- abad yang belum tentu melangkah pada perilaku seks bebas, karena toh yang melakukan maksiat tidak hanya di Hari Valentine, di hari- hari biasapun banyak. 

Tapi hal ini bukan berarti saya menghalalkan seks bebas. Saya mempunyai pandangan yang sama dengan Menteri Agama Lukman Hakim, we have to respect to those who celebrate, jika hal tersebut mempunyai hal dan tujuan yang baik. ( I have some friends from overseas, they celebrate Valentine's day to share some loves to the loved ones, like mother, father and the other family members like brother, sister, aunty etc.)

Karena moralitas lahir dari pribadi bukan dari paksaan dan tekanan. Acap kali, anak yang besar dari sebuah paksaan dan tekanan hanya melahirkan pembohong yang ulung. 


No comments: