Asal Usul Asia
Tenggara
Selama
Perang Dunia Kedua istilah Asia Tenggara digunakan untuk menggambarkan wilayah
di seputar kawasan Indo-china dan semenanjung Malaya serta kepulauan- kepulauan
yang ada di sekitarnya. Sebelumnya
istilah “Further India” dan “Little China” digunakan untuk menggambarkan
kawasan Asia Tenggara, istilah ini menjadi populer saat British South-East Asia Command yang berada
di bawah komando Louis Mountbatten
menduduki wilayah- wilayah tersebut. Lalu penulis- penulis dari Amerika seperti
Victor Parcel dan E.H.G Dobby menggunakan istilah “Southeast” dan “South-east”
dalam menggambarkan kawasan Asia Tenggara.
Secara
geografis wilayah Asia Tenggara terbagi ke
dalam dua wilayah; Asia Tenggara Daratan dan Asia Tenggara Maritim.
Asia
Tenggara Daratan, meliputi; Kamboja, Vietnam, Thailand, Myanmar dan Laos.
Sementara Negara- Negara yang termasuk ke dalam Asia Tenggara Maritim,
meliputi; Indonesia, Brunei, Filipina,
Malaysia, Singapore dan Timor Leste.
Walau
secara geografis Taiwan, Pulau Kokos dan Pulau Christmas masih termasuk ke
dalam wilayah Asia Tenggara, karena alasan politis Taiwan dimasukan ke dalam
wilayah Asia Timur sementara Pulau Kokos dan Pulau Christmas masuk ke dalam
wilayah administrasi Negara Australia.
Kebudayaan
dan bahasa Austronesia merupakan dasar tata kehidupan dan pergaulan
bangsa-bangsa di wilayah Asia Tenggara ini[1].
Baru pertengahan abad pertama Masehi pengaruh luar masuk ke dalam kawasan Asia Tenggara. Dimulai
dari India dan China lalu pedagang- pedagang Islam dari Arab dan Persia
perlahan- perlahan mulai mempengaruhi kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.
Dilihat dari factor sejarah, politis dan kebudayaan
Asia Tenggara telah banyak diliputi naungan bayangan dari India dan Cina[i],
ini terlihat dari banyaknya peninggalan- peninggalan sejarah yang bercorak
Hindu dan Budha. Salah satunya adalah
tulisan- tulisan sansakerta dari India yang diterjemahkan oleh para penerjemah
Nusantara dengan sangat kreatif dan epic di abad ke 9.
Selain
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Budha, Agama Islam yang disebarkan oleh pedagang- pedagang dari
Arab dan Persia yang masuk melalui Malaka juga memberi peranan penting dalam
kebudayaan masyarakat di kawasan ASEAN. Itu terlihat dari besarnya pemeluk agama Islam di wilayah
Asia Tenggara yang hamper mencapai 40% dari keseluruhan populasi penduduk di
Asia Tenggara.
SEJARAH ASIA
TENGGARA
Kawasan
Asia Tenggara, termasuk Indonesia merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya
alam seperti rempah- rempah, logam, barang tambang dan produk- produk yang
dihasilkan oleh Negara- negara tropis lainnya[ii].
Selain itu kawasan asia tenggara juga merupakan tempat strategis bagi jalur
perdagangan dunia.
Karena
letaknya yang strategis bagi jalur perdagan dunia,Negara- Negara dari Eropa
secara berbondong- bonding masuk untuk membuat daerah koloni di kawasan Asia
Tenggara. Hal itu lah yang membuat Negara- Negara dikawasan Asia Tenggara di
akhir abad ke 18 kecuali Thailand mempunyai kesamaan latar belakang, semua
Negara- Negara di Asia Tenggara merupakan daerah jajahan Negara- Negara Barat
khususnya Negara Eropa.
Hasil
perjanjian Tordeseillas dan Zaragoza yang menghasilkan kesepakatan yang membagi
dunia di luar Eropa menjadi dua yang menjadi hak eksklusif antara Spanyol dan
Portugal, berhasil membawa kapal Portugal mendarat di Selat Malaka dan Spanyol
di Filipina.
Satu abad kemudian Negara- Negara Eropa datang
bersama perusahaan- perusahaan dagangnya, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang
berada dibawah kendali Belanda menguasai
hamper seluruh wilayah Nusantara. Lalu Kerajaan Inggris dengan EIC (East
India Company) berhasil menguasai wilayah Malaysia, Singapura dan Myanmar.
Wilayah Indo-Cina dikuasai oleh Prancis. Sementara Filipina dikuasai oleh Spanyol
dan Amerika Serikat.
Selain
menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai lumbung padi mereka, pada perang Dunia
Kedua Negara- Negara Barat juga menjadikan kawasan ini sebagai Pusat Komando
Perang di wilayah Asia Pasifik dalam menghadapi musuh mereka.
Kolonialisasi
yang dilakukan oleh Negara- Negara Eropa terhadap Negara- Negara di Asia
Tenggara mengakibatkan wilayah- wilayah di Asia Tenggara terpecah dan dampak
dari persamaan sejarah itu lahir sebuah integrasi regional yang melatar
belakangi dibentuknya ASEAN (Association Of South East Asian Nations) yang
berarti Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara di Bangkok—Thailand.
Sebuah
oraganisasi ekonomi dan geo-politik di Asia Tenggara yang diprakasai oleh pemerintahan dari lima Negara, yaitu; Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura dan Thailand yang
ditanda tangani oleh kelima menteri luar negeri masing-masing Negara tersebut
pada tanggal 8 Agustus 1967 yang sekaligus melahirkan Deklarasi Bangkok,
sekaligus menjadi tonggak sejarah lahirnya sebuah organisasi bernama ASEAN.
ASEAN
Kejatuhan
regim Orde Lama di Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno berhasil membuat
situasi di kawasan Asia Tenggara menjadi semakin kondusif. Kemerdekaan Malaysia
dan Filipina dari Inggris yang pada masa pemerintahan Soekarno di Indonesia
ditentang dan dianggap sebagai penjajahan baru berhasil diperbaiki oleh
pemerintahan Indonesia. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto
membuat kebijakan politik luar negeri dengan memperbaiki hubungan Indonesia
dengan Malaysia yang menjadi langkah awal pembentukan ASEAN.
ASEAN
yang berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 diinisiasi oleh lima Negara awal yaitu
Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina. Ke 5 menteri Luar Negeri
dari ke lima Negara tersebut duduk bersama di Bangkok untuk mendiskusikan dan
menandatangani dokumen pembentukan ASEAN.
Ke-lima
menteri luar negeri yang menandatangani dokumen perjanjian tersebut adalah Adam
Malik menjadi wakil dari Indonesia, Narciso R. Ramos dari Filipna, Tun Abdul
Razak dari Malaysia, S. Rajaratnam dari Singapura dan Thanat Khoman menjadi
perwakilan dari Thailand. Dokumen yang ditandatangani oleh ke lima menteri luar
negeri tersebut disebut dengan Deklarasi Asean.
Baru
pada tahun 1984, satu minggu setelah meraih kemerdekaannya Brunei Darusallam
masuk sebagai anggota ke-enam ASEAN.
Pada 28
Juli 1995 Vietnam masuk menjadi anggota ke-tujuh, lalu disusul oleh oleh Laos,
Kamboja dan Myanmar dua tahun kemudian pada tanggal 23 Juli 1977. Tapi karena
kondisi keamanan Negara Kamboja yang dianggap belum stabil keanggotaan Kamboja ditangguhkan,
baru pada tanggal 30 April 1999 Kamboja dianggap resmi menjadi anggota ASEAN.
Timor
Timur menyusul 13 tahun kemudian, setelah melakukan referendum dan memerdekakan
diri dari Indonesia, Timor Timur bergabung menjadi anggota ASEAN yang ke-sebelas
pada bulan Maret 2011.
Filosofi
logo ASEAN yang di dalamnya terdapat 10 tangkai padi yang menggambarkan
cita-cita pelopor pembentuk ASEAN di Asia Tenggara, yaitu bersatu dan
bersahabat. Sementara gambar bulatan melambangkan kesatuan ASEAN.
Sampai
pertengahan tahun 90-an, ASEAN dianggap sebagai organisasi regional yang sukses
di dunia. Itu terlihat dari cepatnya pembangunan ekonomi dan keamanan regional
di kawasan Asia Tenggara. Sebelumnya banyak orang berpendapat bahwa kawasan
Asia Tenggara merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik seperti kawasan
Balkan di Eropa yang rawan dengan konflik. Hingga di tahun 1997 saat krisis
ekonomi Asia ikut menghantam Asia Tenggara stabilitas perekonomian dan keamanan
di kawasan Asia Tenggara pun mulai kembali terganggu.
ASEAN WAY
ASEAN
sebagai organisasi regional Asia Tenggara memiliki beberapa aspek penting dalam
pembentukannya. ASEAN juga mempunyai identitas tersendiri dalam membuat
keputusan untuk menyelesaikan masalah yang disebut dengan ASEAN way.
ASEAN way
tercantum di dalam dokumen resmi ASEAN seperti ASEAN Declaration (1967) ) dan The Treaty of Amity and Cooperation in
Southeast Asia (1976), yang di dalam dokumen- dokumen tersebut berisi
tentang norma- norma serta serangkaian prosedur yang harus dilakukan dan
dijalankan jika terjadi konflik antar negara di kawasan ASEAN.
ASEAN
way merupakan cara bagaimana Negara- Negara ASEAN mengatasi konflik diantara
mereka dengan mengedepankan prinsip musyawarah (dialogue) dan mufakat (consensus) sebagai norm dan order. ASEAN way
diberlakukan di dalam sebuah forum yang dibentuk oleh Negara- Negara ASEAN
dalam upaya penyelesaian konflik yang dinamakan ASEAN Regional Forum (ARF).
Dalam melakukan penyelesaian konflik tersebut ASEAN way mengedepankan dua
prinsip yaitu prinsip Preventif Diplomacy dan prinsip Non-intervensi.
ASEAN
way bertujuan untuk menciptakan keteraturan hubungan antar Negara ASEAN untuk
mencegah konflik yang sering terjadi di kawasan multietnis seperti di kawasan
Asia Tenggara ini. Dalam hal ini ASEAN way dapat berperan menjadi alat
stabilitas regional di kawasan Asia Tenggara.
Musyawarah
merupakan pengambilan keputusan melalui diskusi dan konsultasi, sementara
mufakat merupakan proses pengambilan keputusan yang membahas permasalahan
secara bersama- sama demi mencapai kesepakatan yang disepakati bersama.
Musyawarah
dan mufakat dapat diidentifikasikan sebagai bagian dari budaya Asia Tenggara
yang telah dipraktekan selama berabad- abad di kawasan Asia Tenggara. Selama
berabad- abad juga Musyawarah dan Mufakat memainkan peranan penting dalam
menghasilkan keputusan di wilayah Asia Tenggara terutama dalam memainkan peran
dalam politik desa.
Selain
prinsip Musyawarah dan Mufakat, atas latar belakang historis yang sama dimana
Negara- Negara ASEAN mengalami kelangkaan kedaulatan selama puluhan bahkan
ratusan tahun karena penjajahan, ASEAN
way menganut prinsip non-intervensi. Dimana Negara- Negara ASEAN tak berhak
melakukan intervensi atau ikut campur dalam urusan Negara tetangga di wilayah
ASEAN. ASEAN juga sebagai organisasi tidak berhak ikut campur terlalu jauh
dalam permasalahan internal maupun bilateral yang dihadapi oleh Negara- Negara
anggotanya.
ASEAN
way yang pada dasarnya merupakan identitas yang patut dibanggakan ternyata
mempunyai sisi buruk layaknya dua sisi dalam mata uang. ASEAN way dinilai
memiliki beberapa kelemahan yang fundamental, dimulai dari persoalan kesamaan
identitas regional yang masih diragukan, apalagi jika melihat permasalahan
internal di beberapa Negara anggota, masih dapat ditemukan konflik antar etnis
didalamnya, hingga kritik-kritik terhadap prinsip ASEAN Way menjadi dilematis
jika dihadapkan pada kasus-kasus tertentu di era globalisasi seperti sekarang
ini.
Selanjutnya
adalah prinsip non-intervensi, prinsip ini dianggap membuat ASEAN menjadi
tumpul dan tak mempunyai taji yang dapat membuat permasalahan- permasalahan di
kawasan Asia Tenggara semakin larut dan tak dapat terselesaikan.
Hal-
hal ini lah yang membuat ASEAN berbeda dengan organisasi- organisasi regional
lainnya, dimana ASEAN lebih mengedepankan cara diplomasi untuk menyelesaikan
masalah dibanding dengan harus menyelesaikan masalah di meja perundingan yang
melibatkan tawar-menawar dan mengambil hasil yang berlaku di pengadilan.